Srikandi Bangsa


Sejak 5 Desember 1956
Pagi, Siang , Malam
Hingga Bergantinya Hari
Tak Pernah ada Letih
Terpancar di wajahnya
Dia Taburkan kami Semangat dengan Semangatnya
Tak Ada Kata tua
Walau dia sudah bercucu lima
Dia Srikandi yang selalu tampil Muda
Kami Memanggilnya Bunda

Bunda... semakin bertambah usiamu
Maka Selamat dan bahagia
Karena usiamu selau bermakna
Bukan hanya untuk Bangsa Indonesia
Tapi bahkan untuk dunia
Bunda …Doa kami untukmu
Semoga Allah Selalu Bersamamu
Memberimu Kesehatan dan Kesuksesan
Mengabulkan Semua Impian
Yang menjadi keinginanmu didalam kehidupan
Bambu Apus, 5 Desember 2007


Jumat, 25 Januari 2008

Pengungsi Tak Putus Dirundung Malang

Hasmawati duduk termenung di bawah tenda terpal warna biru. Korban gempa bumi dan tsunami ini baru saja menerima tenda, setelah dua hari tsunami memporakporandakan kampungnya, Desa Bulak Setra, Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat. Banyaknya jumlah pengungsi tidak sebanding dengan jumlah tenda yang tersedia, sehingga tidak semua pengungsi mendapat tenda untuk bernaung. “Yang kebagian ya kebagian, yang nggak ya nggak. Selimut, yang nggak kena bencana juga dikasih, yang kena bencana dikasih,” keluhnya.Desa Bulak Setra adalah perkampungan nelayan. Walaupun Hasmawati dan anggota keluarganya selamat, rumah dan seluruh harta bendanya raib disapu gelombang pasang. Selain Hasmawati, ada Mak Iyem. Suami Mak Iyem, Enting, meninggal akibat diterjang ombak pasang pada 17 Juli lalu. Mak Iyem yang kini menjanda harus menanggung beban tiga anak yang masih di bangku sekolah. “Sekarang mau empat malam, baru hari ini dapat tenda. Iya hari Kamis ini,” kata Mak Iyem geram.Hasmawati dan Mak Iyem hanyalah dua di antara sekitar 50.000 pengungsi korban gempa dan tsunami di pesisir pantai selatan Jawa. Mereka menyebar di 81 titik pengungsian. Para pengungsi itu hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Mereka tidak sempat membawa apa-apa, hanya pakaian yang melekat di badan. Tidur pun hanya di atas tikar, tanpa selimut untuk berlindung dari dinginnya angin malam. Bantuan makanan pun datang tidak menentu. Kalau beruntung, mereka mendapat jatah nasi bungkus tiga kali sehari. Tapi, sering kali mereka hanya mendapat sebungkus nasi dalam sehari.Sore itu mereka mendapat bantuan berupa sekarung beras. Namun, ironisnya beras itu tidak dapat diolah karena tidak ada peralatan ataupun bahan bakar untuk memasak.Seperti ketika terjadi bencana sebelumnya, Pemerintah Pusat selalu menjanjikan bantuan bagi rakyat. Kali ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menjanjikan bantuan bagi para pengungsi. Namun, untuk menangani bencana sedasyat dan korban sebanyak itu, Pemerintah Pusat hanya mengalokasikan dana Rp 1 miliar untuk tanggap darurat.“Untuk para pengungsi, beri pelayanan yang baik! Makanan jangan kurang, minuman jangan kurang. Yang diperlukan mereka kita penuhi,” kata Presiden.Tapi pernyataan Presiden itu tampaknya janji belaka. Kenyataannya, para pengungsi masih terlunta-lunta, meskipun Yudhoyono memberikan harapan yang begitu menyejukkan.Pemerintah Pusat meminta pemerintah daerah sebagai pelaksana tanggap darurat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis sudah mencairkan dana Rp 5 miliar untuk tanggap darurat di wilayahnya. Pelaksanaan tanggap darurat ini dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis. Menurut Ketua DPRD Ciamis Jeje Wiradinata, penanganan pengungsi mulai berjalan dengan baik.“Hari ketiga ini penanganan lebih baik. Kita akan sempurnakan terus. Nanti sore kita akan evaluasi," kata Jeje.Namun, menurut relawan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Pesisir (PPLP) Pangandaran, Adi Yuwono, bukan keterbatasan jumlah bantuan yang menyebabkan banyak pengungsi terlunta-lunta. Menurut dia, masalah utama adalah tidak meratanya pembagian bantuan.“Terdapat beberapa titik pengungsian yang masih belum terjangkau bantuan. Dan juga adanya ketimpangan distribusi bantuan dari Satkorlak di titik pengungsian tersebut,” Adi Yuwono menjelaskan.Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanganan Bencana Jawa Barat, Rendra Permana, mengatakan banyaknya penyebaran pengungsi mempersulit distribusi bantuan. Selain itu, Rendra menyalahkan Satkorlak pusat karena tidak mampu mensosialisasikan masalah secara efektif sehingga masyarakat ketakutan akan datangnya tsunami susulan. Rasa takut akan datangnya tsunami membuat jumlah pengungsi membludak. Padahal, semula para pengungsi hanya berada di 15 titik, kini menjadi 81 titik pengungsian. Menurut dia, tidak efektifnya penanganan bencana ini disebabkan oleh kebijakan penanganan bencana masih satu pintu. “Penyebaran pengungsi dari 15 titik menjadi 81 titik, karena adanya isu tsunami. Penyebaran pengungsi yang sampai ke pelosok-pelosok itu menyebabkan distribusi bantuan berjalan lambat dan sulit mencapai daerah pelosok-pelosok itu,“ papar Rendra Purnama.Lemahnya koordinasi memang merupakan masalah dalam menangani bencana. Menurut Uga Wiranto, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta, lemahnya koordinasi dalam penangani bencana di pesisir selatan Jawa dipersulit oleh banyaknya pengungsi yang takut akan ada tsunami susulan, bukan hanya banyaknya korban tsunami.“Kendalanya saat ini adalah koordinasi. Membedakan masyarakat yang jadi korban, tidak memiliki apa-apa lagi, rumah sudah hanyut, pakaian tinggal di badan, dengan masyarakat yang masih punya tempat tinggal tapi takut karena isu tsunami lagi. Bentuk koordinasinya adalah pendataan yang realistis. Siapa saja yang mengungsi dan siapa saja yang betul-betul butuh bantuan,” kata Uga Wiranto.Setiap kali terjadi bencana, Pemerintah selalu kewalahan. Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai manajemen bencana yang baik, walaupun terdapat banyak sekali daerah rawan bencana di seluruh Tanah Air. Meskipun sudah setahun lebih Rancangan Undang-Undang Penanganan Bencana dibahas oleh DPR, nyatanya belum juga rampung. Padahal, RUU Bencana itu sangat diperlukan sebagai landasan hukum merancang manajemen bencana nasional. Walau bencana datang bertubi-tubi, walau banyak sekali korban yang tak segera tertangani secara layak, tampaknya Pemerintah tak juga belajar dari pengalaman. Dan, korban-korban bencana pun terus terlunta-lunta. (Widya Siska/E2)

Tidak ada komentar: